Rasanya memang bikin stress ketika melihat anak-anak bertengkar. Satu menit mereka tampak baikan satu sama lain, nggak lama kemudian mereka berantem lagi karena alasan yang remeh.
Pertengkaran antara kakak dan adik sebenarnya tak selalu
buruk. Berdasarkan penelitian, perkelahian sesama saudara yang
ditangani dengan baik oleh orangtuanya akan membuat anak tersebut memiliki
kemampuan sosial, kognitif, dan interpersonal yang lebih baik.
Mulai dari cara bernegosiasi untuk menyelesaikan masalah,
memahami sudut pandang orang lain, sampai menghargai hak serta perasaan orang. Namun
orangtua juga tetap perlu mengarahkan dan memberikan batasan yang jelas.
Bagaimana caranya? Untuk itu kita bahas dulu beberapa penyebab perkelahian.
Apa saja penyebab anak berkelahi?
![]() |
sumber pixabay.com |
Ada banyak hal yang dapat memicu anak untuk berkelahi.
Berikut beberapa contohnya:
Perlakuan tidak adil atau berebut sesuatu
Perkelahian seringkali dimulai ketika anak mulai merasa
diperlakukan tidak adil atau memperebutkan hak milik terhadap sesuatu,
contohnya mainan dan sebagainya.
Perbedaan sudut pandang
Bisa juga terjadi karena sudut pandang yang berbeda.
Misalnya, kakak senang menjahili adiknya untuk melihat ekpresi lucu adik, tapi adik
tidak suka cara bercanda kakaknya. Semakin dekat jarak usia anak, maka akan
semakin sering pula mereka bertengkar.
Masalah temperamen
Masalah temperamen dapat juga memicu perkelahian
antarsaudara kandung. Beberapa anak yang lebih gampang marah dibanding anak
yang lain memang ada. Contohnya, saat anak melihat saudaranya lebih dimanja, ini
bisa membuatnya cemburu, tersinggung, dan merasa emosi.
Faktor lingkungan
Anak-anak belajar dengan cara meniru apa yang mereka lihat.
Ini alas an mengapa faktor lingkungan tak dapat diabaikan sebagai salah satu
penyebab anak suka berkelahi.
Faktor lingkungan dapat berupa menyaksikan orangtua atau
orang lain yang sedang bertengkar, banyak menonton kekerasan di tv
atau game, atau karena anak merasa selalu mendapatkan keinginannya melalui
pertengkaran.
9 cara tepat untuk mengatasi anak bertengkar
Berikut ini adalah beberapa tips yang dapat dilakukan oleh
orangtua untuk melerai anak yang sering berkelahi:
Bantu anak untuk menyelesaikan masalah
Walau masih anak-anak, bukan berarti mereka tak adapat
mengetahui mana yang benar dan salah. Anak-anak sebenarnya tahu bahwa
bertengkar itu perbuatan yang tidak baik. Kita bisa menjelasakan pada anak
bahwa ada langkah penyelesaian masalah selain beradu mulut, menangis, atau memukul.
Cobalah ajak anak untuk berdiskusi mengenai jalan keluar yang terbaik. Lalu
amati mereka bagaimana menerapkan solusi tersebut.
Berikan pujian dan motivasi
Pujian dapat menjadi cara yang tepat untuk membangun
perilaku positif pada anak. Saat anak berkelahi, coba untuk tak mengindahkan
seolah kita tidak mengetahui apa yang sedang terjadi.
Kemudian saat anak mulai bersikap baik dan manis, berikan
perhatian atau pujian pada anak. Dengan cara ini, anak akan tahu bahwa perilaku
yang baik lebih disukai oleh orangtuanya.
Jadi teladan untuk anak
Anak-anak adalah seorang peniru ulung. Mereka cenderung
mencontoh perilaku dan kebiasaan orang-orang dewasa yang berada di sekitarnya.
Apabila anak sering melihat orangtuanya bertengkar, maka ia
pun akan mengimitasi perilaku ini juga. Karena itu, sebisa mungkin kita harus bisa
memberikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Jangan sampai marah atau membentak pasangan di depan anak.
Tetaplah tenang saat kita menghadapi tekanan dan harus mengendalikan diri
karena ini dapat menjadi acuan untuk mereka.
Jangan memarahi anak
Memarahi anak yang sedang berselisih hanya akan mencegah
mereka dari rasa kapok. Kalau kita ikut berteriak atau mengeluarkan kata-kata
yang keras, justru akan membuat anak jadi semakin emosi dan tidak berusaha
untuk mengubah perilakunya.
Jangan berikan perhatian saat anak berkelahi
Seringkali anak emang sengaja berkelahi agar menjadi pusat
perhatian. Mungkin menurut anak, lebih baik dimarahi karena serin bertengkar
daripada tidak mendapat perhatian sama sekali.
Jika menurut kita alasan tersebut menjadi dalang di balik
anak yang adu mulut dengan saudaranya, cobalah untuk tak terlibat atau tidak
reaktif. Semakin kita membiarkan anak, mereka akan semakin jadi tidak berminat
lagi untuk melakukannya.
Tapi jika masing-masing anak mulai melakukan kekerasan
fisik, saatnya bagi kita untuk masuk dan memberikan batasan.
Buat ‘ruang khusus bertengkar’
Kita bisa membuat ‘ruang khusus bertengkar’ di rumah. Saat
kakak dan adik mulai bertengkar, alihkan mereka ke ruangan yang kita buat ini,
dan mereka baru boleh keluar apabila masalah sudah terselesaikan dengan baik.
Berikan kesibukan pada anak dengan kegiatan-kegiatan menyenangkan
Anak bertengkar biasanya saat mereka merasa bosan atau tak
melakukan apa-apa yang menarik perhatiannya. Apabila diberikan kegiatan yang
menyenangkan dan stimulatif, anak pun jadi tidak punya waktu untuk bertengkar.
Membaca, menggambar, menyusun lego, atau
bermain game edukatif termasuk dalam beberapa pilihan aktivitas yang
seru untuk anak lakukan supaya tidak bertengkar lagi.
Perlakukan anak dengan adil
Meskipun kakak atau adik yang pertama kali memulai
pertengkaran, hindari untuk memiha. Hal ini malah akan membuat mereka semakin
sengit beradu mulut.
Pada dasarnya, tak ada orang yang ingin disalahkan dengan
cara menghakimi, termasuk anak. Anak-anak selalu ingin diperhatikan dan
dicintai secara setara, terlepas dari bagaimana perilaku mereka.
Hentikan pertengkaran sebelum itu terjadi
Amati dan kenali hal apa yang menjadi pemicu perkelahian
anak-anak. Sebagai contoh, jika masalahnya berebut remote televisi,
kita bisa mengantisipasinya dengan membuat aturan bergantian.
Sementara kalau kakak dan adik sering bertengkar saat jam
makan, lakukan strategi yang jitu sebelum mereka cekcok.
Anak bertengkar itu termasuk hal yang wajar dalam sebuah
kehidupan keluarga. Namun frekuensi pertengkaran yang sering antara kakak dan
adik berisiko mengganggu psikis mereka maupun anggota keluarga lain. Terlebih apabila
anak sudah terancam atau mengalami bahaya fisik yang serius.
Jika pertengkaran sudah menghalangi aktivitas maupun kondisi
rumah tangga, kita disarankan untuk mencari pertolongan profesional
atau psikolog untuk mengatasinya.